BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Remaja adalah generasi penerus yang
akan membangun bangsa kearah yang lebih baik yang mempunyai pemikiran jauh ke
depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri sendiri, keluarga ,dan
lingkungan sekitar. Maka dari itu remaja tersebut harus mendapatkan perhatian
khusus, baik oleh dirinya sendiri, orang tua, dan
masyarakat sekitar.
Banyak kita lihat di
media massa maupun kita lihat di media elektronik adanya remaja yang
berprestasi juga ada remaja yang melakukan tindakan atau perbuatan yang
merugikan dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar.
Pada makalah ini kami akan mencoba
membahas cara mengatasi pergaulan bebas terhadap remaja.
1.2 Pembatasan masalah
Pada kesempatan ini kami hanya akan membatasi pengaruh media massa, media
elektronik terhadap pergaulan remaja. Media massa (cetak) perlunya remaja
membaca hal-hal yang positif.Dan media elekronik, tayangan-tayangan di
televisi yang dapat merusak aqidah dan moral remaja tidak layak untuk ditonton
oleh para remaja misal tayangan yang berbau misteri dan film-film yang berbau
alam ghaib.
1.3 Tujuan
Makalah ini kami buat dengan
bertujuan agar remaja-remaja masa kini terarah pergaulannya yaitu
dengan melakukan kegiatan yang positif yang berguna untuk dirinya sendiri, keluarga, dan
masyarakat sekitar.
Dan supaya agar remaja tidak terjebak di dalam pergaulan
bebas.Maka dari itu perlu kiranya remaja membentengi diri denan iman yang kuat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja
Diantara seluruh tahap kehidupan
yang kita alami, mungkin salah satu tahap yang paling tak terlupakan adalah
masa remaja, karna tampaknya tidak ada fase lain banyak dipenuhi dengan
pengalaman tentang patah hati, konflik batin ,dan kesalahpahaman selain masa remaja.
Kita
masih dapat mengingat antara rasa sakit dan kebahagiaan bercampur menjadi satu
yang kita alami saat remaja.Kita tetap menyimpan kenangan betapa kita
disalahpahami, betapa kita begitu sering dan cepat berubah-rubah, betapa
kita begitu mengharapkan penerimaan, dan betapa kita begitu
merasakan kesepian dan kesendirian.
Kadang kita juga merasa mengapa
tidak ada orang yang mau mengerti tentang kita. Kita merasa heran
bagaimana semua ini dimulai dan darimana semua ini terjadi pada masa
remaja, saat yang penuh gejolak dan keinginan, tetapi
tidak jarang mengakibatkan begitu banyak persoalan jika tidak disikapi secara
arif dan bijak.
Remaja seing diidentikan dengan usia
belasan tahun sehingga dalam bahasa inggris ”remaja” juga disebut dengan
istilah “Teenager”,selain kata adolescent .Akan tetapi remaja tidak
hanya dapat diidentifikasi berdasarkan usia, tetapi juga bisa ditelisik
dari kehidupan yang penuh dengan keceriaan, warna-warni, dan
permulaan usia mengenal lawan jenis.
Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-nilai dan
norma-norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini kita
kenal.Pada masa remaja juga kita pada umumnya mulai merasakan kegelisahan dalam
hubungan kita dengan orang tua dan teman-teman sebaya kita
ingin menunjukkan kemandirian kita di satu sisi, teapi di sisi lain kita
belum dapat melepaskan diri sepenuhnya dari pengawasan dan ketergantungan kita
dari orang tua.
2.2 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis
Bila merujuk pada psikologi
perkembangan akan kita temukan pembagian tahap perkembangan psikologis kita
menjadi tiga tahap: sembilan tahun pertama, sembilan tahun kedua dan sembilan
tahun ketiga. Sembilan tahun pertama dalam kehidupan kita dapat disebut sebagai
masa kanak-kanak. Pada masa ini kita hampir sepenuhnya bergantung
pada perhatian dan bimbingan orang lain, utamanya orangtua kita. Dari persoalan
mandi, makan, apa yg kita pakai, pilihan sekolah, dan teman hampir semuanya di pengaruhi oleh keputusan dan kebijakan orangtua
kita. Masa kanak-kanak ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan fisik yg
sangat cepat: mulai dari belajar telungkup, merangkak, berjalan, berbicara, dan
berpikir. Usia remaja berada pada perkembangan psikologis kedua dan sembilan
tahun kedua setelah kita melewati masa kanak-kanak. Pada masa ini kita mulai
diajari tantang kemandirian dan bagaimana membuat keputusan untuk diri kita
sendiri. Selain itu, karakteristik umum dari pertumbuhan dan perkembangan fisik
kita pada periode usia ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertumbuhan
tinggi badan dan berat badan pada umumnya lambat dan mantap; pertumbuhan yang
sangat cepat pada masa kanak-kanak telah selesai dan perubahan-perubahan
menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini kita cenderung mengalami
perubahan hormonal,berupa perubahan suara, mulai tumbuhnya bulu-bulu di bagian
tubuh tertentu, dan penonjolan-penonjolan pada bagian tubuh tertentu bagi
perempuan.
Pada tingkat usia ini system peredaran darah, pencernaan dan pernapasan sudah berfungsi secara
lengkap meskipun pertumbuhan masih terus berlanjut. Paru-paru kita sudah hampir
berkembang secara lengkap dan tingkat respirasi orang dewasa. Tekanan darah
meningkat menjadi sedikit lebih rendah dari pada tekanan orang dewasa. Otak dan
urat syaraf tulang belakang ( spinal cord ) menjadi orang dewasa pada usia 10
tahun, tetapi perkembangan sel-sel yg berkaitan dengan perkembangan mental
belum sempurna dan terus berlanjut selama beberapa tahun kemudian. Pada usia 10
thun, mata kita telah mencapai ukuran dewasa dan fungsinya sudah berkembang
secara maksimal.
Masa remaja adalah saat ketika kita
tidak lagi menjadi kanak-kanak, tetapi belum memasuki usia dewasa. Meskipun
begitu, ada juga di antara kita, remaja, yg kekanak-kanakan atau remaja yg
sudah mampu berpikir layaknya orang dewasa. Saat masih kanak-kanak hamper
sepenuhnya kita bergantung pada orang lain, terutama orangtua atau wali kita.
Masa kanak-kanak adalah masa “ketergantungan aktif” ketika kita sepenuhnya
mengharapkan kasih-sayang dan perhatian orang lain. Tetapi pada masa
kanak-kanak kita juga sadar tantang ketergantungan kita dan berjuang untuk
membebaskan diri meskipun kita tidak sepenuhnya menyadari: bebas dari apa atau
kebebasan untuk apa ? Secara tidak langsung kita menjadi sadar bahwa, meminjam
ungkapan Norton, selam ini kita telah “salah-diidentifikasi,” bahwa kita selama
ini bukan “budak”, bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang sama dengan “orang
lain” dalam kehidupan kita-bukan sekedar “derivasi-derivasi”. Kita menjadi
tergugah untuk menemukan diri kita.
Ketergugahan dan keingintahuan itulah yg merupakan titik yg
akan menjembatani antara masa kanak-kanak dan masa remaja. Tetapi bahkan masa
kanak-kanak kita yg diaktualisasikan secara lengkap pun belum dpat
mempersiapkan diri kita secara baik untuk menghadapi masa remaja. Tahap krhidupan
baru Ini memiliki nilai-nilai yg sama sekali unik, demikian juga dengan
kewajiban-kewajiban dan kebajikan-kebajikannya. Masa remaja menuntut sebuah
kehidupan baru yg lebih agresif dimana apa yg telah kita pelajari pada masa
kanak-kanak hanya memeliki sedikit peran dan pengaruh.
Masa remaja juga biasanya dikaitkan
dengan masa “puber” atau pubertas. Istilah “puber” kependekan dari “pubertas”,
berasal dri bahasa Latin. Pubertas berarti kelaki-lakian dan menunjukan
kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat kelaki-lakian dan ditandai oleh
kematangan fisik. Istilah “puber” sendiri berasal dari akar kata ”pubes”, yg
berarti rambut-rambut kemaluan, yg menandakan kematangan fisik. Dengan
demikian, masa pubertas meliputi masa peralihan dari masa anak sampai
tercapainya kematangan fisik, yakni dari umur 12 tahun sampai 15 tahun. Pada
masa ini terutama terlihat perubahan-perubahan jasmaniah berkaitan dengan
proses kematangn jenis kelamin. Terlihat pula adanya perkembangan psikososial
berhubungan dengan ber fungsinya kita dalam lingkungan social, yakni dengan
melepaskan diri dari ketergantungan penuh kepada orangtua, pembentukan rencana
hidup dan system nilai-nilai yg baru.
Dalam literature Barat, remaja juga
disebu sebagai adolescent dan masa remaja disebut sebagai adolescentia atau
adolesensia. Beberapa tokoh psikologi menekankan pembahasan tentang adolesensia
atau masa remaja pada perubahan-perubahan penting yg terjadi di dalamnya. Jean
Piaget, misalnya, lebih menitik beratkan pada perubahan-perubahan yg dianggap
penting dengan memandang “adolesensia” sebagai suatu fase kehidupan, dengan
terjadinya perubahan-perubahan penting pada fungsi inteligensia, yr tercakup
dalam aspek kognitif seseorang.
Tokoh lain, Ana Freud, menggambarkan masa adolesensia sebagai
suatu proses perkembangan yg meliputi perubahan-perubahan berhubungan dengan
perkembangan psikoseksual, perubahan dalam hubungan kita dengan orangtua dan
cita-cita. F. Neidhart juga melihat masa adolesensia sebagai masa peralihan
ditintau dari kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan
dengan kedudukan “mandiri”.
Sedangkan E. H. Erikson mengemukakan
timbulnya perasaan baru tentang identitas dalam diri kita pada masa
adolesensia. Terbentuknya gaya hidup tertentu sehubungan dengan penempatan diri
kita, yg tetap dapat dikenal oleh lingkungan walaupun telah mengalami perubahan
baik pada diri kita maupun kehidipan sehari-hari.
Dalam pembahasan kemudian, istilah
“adolesensia” diartikan sebagai “masa remaja” dengan pengertian yg luas,
meliputi seluruh perubahan yg terjadi di dalamnya. Remaja merupakan masa
peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yakni antara usia 12 sampai
21 tahun. Mengingat pengertian remaja tersebut meninjukan pada masa peralihan
sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batasan umurnya. Tetapi
setidaknya dapat dikatakan bahwa masa remaja dimulai pada saat timbulnya
perubahan-perubahan berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada
usia 11 tahun atau mungkin 12 tahun pada anak permpuan sedangkan pada anak
laki-lakinumumnya terjadi di atas 12 tahun.
2.3 Mengenali Kebutuhan-kebutuhan [
Psikologis ] Remaja
Konsepsi “ kebutuhan pada hakikatnya
lrbih berkaitan dengan implikasi-implikasi social dari pada sekedar sebuah
penggambaran tentang perilaku manusia berkaitan dengan insting-insting yg
dimilikinya. Insting, berdasarkan definisinya, merupakan sebuah atribut bagi
seseorang individu. Kebutuhan mengisyaratkan kerjasama ( cooperation ) kelompok
untuk dapat memenuhinya. Ia mengarahkan perhatian dari individu kepada
masyarakatnya dengan cara-cara yg, jika diperlukan, mungkun digunakan oleh
suatu kelompok untuk memodifikasi metodo-metodenya dengan harapan mendapatkan
pelbagai perubahan yg dihasilkan dalam reaksi seorang individu.
Berbagai
jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di kompilasikan dari
kebutuhan-kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu penjelasan paling awal
mengenai kebutuhan-kebutuhan remaja adalah bahwa pada mas remaja pada umumnya
kita merindukan pengalaman baru, rasa aman, resons, dan pengakuan. Di usia ini
kita seringkali merasa bahwa rumah tempat kita tinggal telah memberi kita
monotomi [bukan otonomi], rasa tidak aman dan penolakan. Penyimpangan yg kita
lakukan kadang-kadang dapat digambarkan sebagai upaya yg salah arah untuk
menenukan kepuasan atau pemenuhan atas keinginan-keinginan kita yg paling
fundamental.
Salah satu kebutuhan psikologis kita yg paling penting dan
juga kebutuhan seluruh manusi adalah peneromaan oleh kelompoksosial di
sekitarnya. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan akan kasih saying dalam lingkungan
dekat dalam rumah, penghormatan di antara teman-teman kita sebaya dan apresiasi
dari orangtua atau guru-guru yg mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil
bentuk-bentuk yg berbeda pada tahap-tahap usia yg berbeda dan dalam hubunganya
dengan orang-orang berbeda. Tetapi kebutuhan ini tampaknya muncul dari watak
esensial manusia sebagai makhluk social sebagai anggota kelompok sosisal
tertentu.
Pengalaman akan penerimaan ini pada masa balita dan
kanak-kanak mengarahkan pada rasa aman yg kemudian membentuk salah satu bahan
penting untuk kesehatan mental semangat juang dari warga sipil atau tentara yg
karena diperkuat oleh perasaan ini, mampu menghadapi pelbagai kesulitan dan
kekecewaan tanpa kecemasan yg berlebihan. Hilanhnya perasaan ini pada umumnya
akn diikuti oleh rsa tertekan yg kemudian dapat memeunculkan penyimpangan dan
disharmoni mental. Anak-anak yg ditolak atau tidak diinginkan pada masa
balitanya lebih besar kemungkinanya untuk menjadi nak-anak yg sulit diatur dan
akan menyulitkan para gurunya pda usia sekolah.
Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya juga
memiliki kebutuhan untuk “memberi dan menerima” untuk menunjukan rasa kasih
saying, merasakan penghormatan, mengekspresikan penghargaan Pelbagai studi
kasus yg dilakukakn C.M. Fleming, misalnya, menunjukan efek-efek yg merugikan
akibat dihalanginya komplemen atas penerimaan oleh kelompok sosial ini.
Hilangnya rasa ini larangan atas kasih sayang dalam bentuk ekstrem
mengarah pada penekanan yg berlebihan atas nilai kepuasaan-kepuasaan pengganti
semisal hasrat yg besar akan kekuasaa atau atas kesenangan.
Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan untuk mempelajari
hal-hal baru kebutuhan untuk mengalami “petualangan-petualangan
segar”.Kebutuhan ini terkait erat dengan impuls organisme manusia terhadap
pertumbuhan dan perkembangan; tetapi tidak terbatas hanya pada pertumbuhan
fisikal semata. Kebutuhan ini tampaknya dirasakan secara terus-menerus sebagai
atribut umat manusia dari kelahiran hingga kematiannya. Pada masa kanak-kanak,
kebutuhan ini ditunjukan sebagai eksplorasi atas ruangan, rumah, atau jalan.
Pada tahap selanjutnya, kebutuhan ini kemudian meluas hingga mencakup
pengalaman-pengalaman baru di sekolah dan lingkungan dan, pada masa remaja atau
dewasa, kebutuhan ini secara potensial meluas sampai pada batas-batas
pengetahuan mengenai suku, bangsa atau ras. Penaklukannya dari satu langkah
menuju langkah lainnya ditandai dengan pengalaman akan hasilan pengakuan yg
diberikan olah kelompok, atau individu itu sendiri, pada fakta bahwa sebuah
kemenangan baru telah diraih.
Yang sepadan dengan kebutuhan ini adalah kebutuhan akan pemahaman
pencarian jawaban atas berbagai pertanyaan berkaitan dengan apa yg sedang terjadi, dan
(dalam peradaban yg kita kenal dengan baik), dari usia empat atau lima tahun
dan seterusnya, pertanyaan berkaitan dengan mengapa hal-hal itu terjadi seperti
sekarang ini. Pertanyaan-pertanyaan metafisikal seseorang anak kecil secara
langsung sejalan dengan pemikiran keagamaan atau filosofis dari seorang remaja
atau dewasa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya diasosiasikan dengan
kebutuhan yg selalu hadir dengan mendapatkan wawasan berkaitan dengan
pengalaman yg terus berubah dan kesalingterkaitan yg juga terus bergeser dari umat manusia sebagai makhluk sosial dalam berbagai kelompok sosial dimana anak itu merupakan salah seorang
anggotanya.
Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan dan
pemahaman ini adalah kebutuhan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam jenis
tertentu untuk memberi sumbangan secara progresif melalui tindakan tertentu
bagi kesejahteraan kelompok. Seorang anak kecil yg berbahagia dalam kehidupan
keluarganya pada umumnya dapat dilibatkan untuk melakukan kerjasama aktif dalam
kehidupan keluarga. Seorang anak kecil sebaiknya diizinkan untuk berbagi
“tugas-tugas ringan” dengan ibu atau ayahnya, maupun dengan saudara-saudaranya.
Hal ini dimaksudkan untuk memupuk rasa percaya diri dan tanggung jawab pada si
anak agar si anak merasa aman dan nyaman di rumahnya sendiri.
Kebutuhan-kebutuhan yg kita miliki sebagai remaja mempunyai keterkaitan satu
sama lain yg tidak dapat dipisahkan.
2.4 Pergaulan Bebas
Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak
jarang kita terlibat dalam pergaulan yg terlalu bebas dan permisif. Apapun
boleh dilakukan, asal dilakukan atas dasar suka sama suka. Tidak ada lagi
pertimbangan tentang sebab dan akibat. Tidak ada lagi pertimbangan berdasarkan
hati nurani dan akal sehat. Dengan dalih cinta, apa pun akan dilakukan.
Biasanya kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas
tersebut membawa dampak yg negative semisal kehamilan di luar nikah, perasaan
minder akibat kita merasa tidak seperti remaja-remaja lain yg masih “bersih”.
Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk
diketahui dengan pasti akibat belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja
belum menikah, akan tetapi, dari pelbagai berita di media massa, baik cetak
maupun elektronik, dan hasil-hasil penelitian mengenai kehamilan di luar nikah,
terlepas dari keabsahan penelitian tersebut, menunjukan kecenderungan bahwa
kehamilan remaja di luar nikah cenderung selalu meningkat dari tahu ke tahun.
Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil
penelitian yg menunjukkan intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah.
Lembaga konseling remaja, Sahabat Remaja, menemukan dari pelbagai kasus yg
mereka tangani pada tahun 1990 dijumpai ada 80 remaja usia 14-24 tahun yg hamil
sebelum nikah. Penalitian di Manado yg dilaporkan oleh Warouw mengambil 663
sampel secara acak dari 3.106 orang meminta induksi haid ditemukan sebanyak 472
responden yg belum menikah (71,3%) mengalami kehamilan yg tidak dikehendaki
(unwanted pregnancy). Dari jumlah tersebut, 291 responden (28,8%) berusia 14-19
tahun, 345 responden (52%) berusia 20-24 tahun.
Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg
dilakukan Widyantoro pada tahun 1989 di Jakarta dan Bali. Widyantoro menemukan
405 kasus kehamilan tak dikehendaki yg terkumpul di klinik WKBT di dua kota
tersebut selama satu tahun. Dari data yg terkumpul terungkap bahwa 95 persen
kehamialn adalah kehamilan pada remaja berusia 15-25 tahun. Dari segi
pendidikan, 47 persen remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan SLTA.
Selanjutnya Khisbiyah melaporkan bahwa data dari klinik dan praktik dokter di
sekitar kabupaten Magelang diduga ada sekitar 1456 kasus kehamilan remaja dalam
setahun. Tentu saja kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari laporan penelitian
tersebut. Boleh jadi angkanya jauh lebih besar mengingat ada sebagian kasus yg
luput dari penelitian atau tidak terdektesi oleh klinik atau dokter setempat
karena mereka dating ke “tempat lain” untuk melakukan “pengobatan”.Jika
sinyalemen ini benar, maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari penangan
atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di
luar nikah tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juag
bagi anak yg di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar
nikah itu pun akan mengalami tekanan batin tertentu mumgkin
akan diterima oleh si remaja maupun keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan
teman-teman merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si
remaja dan keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan
kehamilannya di luar nikah.
Dalam Islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak
buruk yg diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang zina antara lain adalah:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah Suatu perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buru” (Al-Isra’:32).
“Dan terhadap wanita-wanita yg mengerjakan perbuatan keji
(zina), Hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang
menyaksi-Kannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan persaksian, Maka
kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah sampai menemui ajalnya,
atau sampai Allah memberikan jalan yg lain kepada mereka
(An-Nisa’:15).
Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas ayat tersebut
masih dapat diperdebatkan, tetapi yg jelas zina zina memberikan dampak buruk
dan perbuatan yg tidak layak dilakukan. Berikut ini adalah beberapa dampak
negatif yg dapat ditimbulkan dari kehamilan di usia remaja, utamanya yg
menyakut perkenbangan bayi yg akan dilahirkan sebagai manusia.
v Perkembangan Kognitif
Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah
kecerdasan. Kecerdasan kita terdiri atas beberapa aspek yg salah satunya adalah
kemampuan berbahasa dan menalar. Perkembangan kognitif kita dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal, anara lain perawatan kesehatan, keadaan gizi, dan stimulasi
mental yg diberikan oleh lingkungan, terutama kedua orangtua. Selain itu,
kondisi sosial dan eoknomi serta kematangan psikologis kedua orangtua kita pun
ikut berperan besar dalam mempengaruhi perkembangan kognitif kita.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Amerika, misalnya, anak
yg dilahirkan oleh ibu-ibu remaja rata-rata memiliki tingkat kecerdasan yg
lebuh rendah dibandingkan dengan anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu yg usianya
lebuh dewasa (lihat Baldwin & Cain, 1978). Perkembangan bahasa dan
penalaran anak-anak yg lahir dari ibu-ibu remajaumumnya jauh lebuh terbelakang
dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu yg usianya lebih dewasa.
Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip Ancok
dan Suroso (1995), rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak tersebut disebabkan
oleh si ibu yg belum mampu memberikan stimulasi mental yg baik pada anak-anak
mereka. Hal ini, antara lain disebabkan ibu-ibu yg masih remaja ini belum
memiliki kesiapan untuk menjadi seorang ibu. Perkembangan bahasa seorang anak
sangat banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara kedua orngtuanya berbicara kepada
si anak. Aspek-aspek kecerdasan lainnya akan berkembang jika kedua orangtua dan
lingkungannya dapat memberikan permainan atau stimulasi mental dengan baik.
Orangtua yg masih remaja pada umumnya kurang mampu memberikan stimulasi mental
semacam ini.
Mengingat kecerdasan memiliki peran yg sangat penting dalam
keberhasilan di bidang akademik maupun karier, maka rendahnya tingkat
kecerdasan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu remaja di luar nikah ini boleh jadi
akan mengakibatkan kesulitan hidup bagi si anak itu kelak.
v Perkembangan Sosial dan Emosinal
Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu remaja
diluar nikah terhadap perkembangan sosial dan emosinal anaknya belum menunjukan
hasil-hasil yg konsisten; tetapi cukup banyak penelitian yang menemukan dampak
negatif dari kehamilan semacam ini. Baldwin dan Cain (1981), misalnya,
menemukan bahwa anak-anak yg lahir dari ibu remaja lebih banyak memiliki sifat
hiperaktif, rasa bermusuhan yg besar , kurang mampu mengontrol emosi dan lebih
impulsive jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa.
Sifat-sifat negatif seperti di atas sedikit banyak akan
mempengaruhi proses penyesuaian diri kita terhadap lingkungannya, baik di
sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh
kemempuan kognitif kita (kecerdasan kita) dan kemampuan menyesuaikan diri
dengan sekolah. Anak yg tingkat kecerdasannya rendah biasanya memiliki prestasi
kurang (atau bahkan tidak) baik di sekolah. Selain itu, kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan di sekolah memiliki pengaruh yg cukup besar
terhadap prestasi belajar anak. Anak yg agresif, suka menyerang, suka diatur
biasanya memiliki prestasi yg kurang baik. Para guru biasanya tidak menyukai
anak-anak hiperaktif, nakal, dan suka mengganggu teman-temannya.
Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang anak
yg bernama Ari, anak berusia sembilan tahun, yg memiliki masalah yg berkaitan
dengan sikap agresif Ari dan ketelengasannya kepada anak lain. Dalam sebuah
perkelahian Ari pernak mendorong lawannya keluar dari jendeladan pernah menikam
lawannya yg lain dengan gunting. Dua sekolahnya yg dahulu telah menyatakan
bahwa Aria tidak dapat dikendalikan dank arena itu dikeluarkan. Setiap orang yg
mengenalnya sependapat bahwa di luar biasa over aktif, tidak pernah mengasyiki
suatui kegiatan apa pun, dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, dan mudah
mengamuk bila merasa frustasi. Pola perilaku seperti ini sudah tampak sejak Ari
masih berusia satu tahun, tetapi bersamaan dengan tambahnya usia, nyata sekali
dia menjadi semakin menjadoi pemurung. Sifat lekas marah dan kecurigaannya yg
berlebihan sebagian besar agaknya terkait dengan suasana rumahnya yg penyh
“badai”, dimana perbantahan menyangkut kebiasaan buruk ayahnya seringkali tidak
terkendalikan dan meningkat menjadi percekcokansecara fisik.
Dalam kasus Ari, jelas sekali perangi atau watak yg ditunjukan
orangtua memiliki pengaru yg besar terhadap perkembangan psikologis seorang
anak. Ada sebuah ungkapan bijak yg menyatakan,”Jika seorang anak dan pujian,
dia akan belajar untuk menghormati orang lain. Jika seorang anak dibesarkan
dengan caci maki dan hinaan, dia akan belajar untuk membenci orang lain”.
v Perkembangan Seksual
Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak
sebagian kita: Apakah anak perempuan yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar
nikah pada saat anak itu menginjak remaja nanti lebih
memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah jika dibandingkan dengan
anak-anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa dalam pernikahan yg sah? Pertanyaan
ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya efek
estafet dari kehamilan remaja di luar nikah terhadap generasi penerusnya.
Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda
terjadinya efek estafet itu memang ada. Anak-anak yg lahir dari ibu remaja
memiliki kemungkinan lebih besar untuk hamil di luar nikah pada usia remaja
jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa dan dalam
pernikahan yg sah. Ini memang logis mengingat remaja pada umumnya belum siap
untu menerima kehadiran seorang anak sebagai bagian darikehidupannya.
Ketidaksiapan ini kemudian yang menyebabkan kurangnya
kemampuan orangtua untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik dan benar
sehingga risiko untuk terjerumus kedalam hal-hal yg negatif akan lebih besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak
terjerumus dalam pergaulan bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian
remaja di negeri ini.
Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan
seperti pengajian remaja,karang taruna,dan kegiatan lainnya.
3.2 Saran dan Kritik
A.
Saran
Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan
yang positif baik di sekolah maupun di lingkungannya yang tentunya harus
mendapatkan dorongan dan restu dari orang tua.
B.
Kritik
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih kurang baik
oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritikan yang membangun dari para
pembaca.
0 komentar:
Posting Komentar