A.
Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
Keselamatan
dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
A.
Kesehatan Kerja
Pengertian
sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial
seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan
juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan
pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang.
- Menurut blum
(1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
- Lingkungan,
berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam
berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya
(ekonomi, pendidikan,pekerjaan).
- Perilaku yang
meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
- 3. pelayanan
kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,
rehabilitasi, dan
- 4. genetik, yang
merupakan faktor bawaan setiap manusia.
- Menurut
Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik
fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap
penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum,konsep kesehatan kerja
dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor
industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua
orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
- Menurut Sumakmur
(1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja
beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik,
atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan
kuratif, terhadap penyakit penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
B.
Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau
sebaliknya) bermacam macam : ada yang
menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat
K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat
K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
C.
Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
- Agar tenaga
kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat
dan selamat.
- Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
D.
Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
- Kesehatan dan
keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya
melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan
usaha yang dikerjakan.
- Aspek
perlindungan dalam hyperkes meliputi :
- Tenaga kerja
dari semua jenis dan jenjang keahlian
- Peralatan dan
bahan yang dipergunakan
- Faktor-faktor
lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
- Proses produksi
- Karakteristik
dan sifat pekerjaan
- Teknologi dan
metodologi kerja
- Penerapan
Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan
hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
- Semua pihak yang
terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas
keberhasilan usaha hyperkes.
B.
Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global
1.
Dalam bidang pengorganisasian
Di
Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada
Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan
Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
- Direktur
Pengawasan Ketenagakerjaan
- Direktur
Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
- Direktur
Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;Kasubdit
mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.Kasubdit konstruksi
bangunan,instalasi listrik dan penangkal petir,Kasubdit Bina kelembagaan
dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan
- Direktur
Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;Kasubdit Kesehatan
tenaga kerja,Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja,Kasubdit Bina
kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada
Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam
upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih
pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll)
2.
Dalam bidang regulasi
Regulasi
yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
- UU No 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja
- UU No 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan
- KepMenKes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri.
- Peraturan
Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat
Kerja.
- Peraturan
Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter
Perusahaan.
- Peraturan
Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3
Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
- Keputusan
Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat
Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
3.
Dalam bidang pendidikan
Pemerintah
telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli
K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
- Diploma 3
Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
- Strata 1 pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip,dll
dan jurusan K3 FKM UI.
- Starta 2 pada
Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di
UGM, UNDIP, UI, Unair.
Pada
beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga ada
beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus
mempelajari K3.
C.
Kecelakaan kerja
1.
Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
2.
Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab dasar (basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes)
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab dasar (basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes)
a.
Penyebab Dasar
1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
stress
motivasi yang tidak cukup/salah
2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
tidak cukup rekayasa (engineering)
tidak cukup pembelian/pengadaan barang
tidak cukup perawatan (maintenance)
tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
tidak cukup standard-standard kerja
penyalahgunaan
1) Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
stress
motivasi yang tidak cukup/salah
2) Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
tidak cukup rekayasa (engineering)
tidak cukup pembelian/pengadaan barang
tidak cukup perawatan (maintenance)
tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
tidak cukup standard-standard kerja
penyalahgunaan
b.
Penyebab Langsung
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
Bahan, alat-alat/peralatan rusak
Terlalu sesak/sempit
Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
Bising
Paparan radiasi
Ventilasi dan penerangan yang kurang
2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
Gagal untuk memberi peringatan.
Gagal untuk mengamankan.
Bekerja dengan kecepatan yang salah.
Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
Memindahkan alat-alat keselamatan.
Menggunakan alat yang rusak.
Menggunakan alat dengan cara yang salah.
Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
1) Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
Bahan, alat-alat/peralatan rusak
Terlalu sesak/sempit
Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
Bising
Paparan radiasi
Ventilasi dan penerangan yang kurang
2) Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
Gagal untuk memberi peringatan.
Gagal untuk mengamankan.
Bekerja dengan kecepatan yang salah.
Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
Memindahkan alat-alat keselamatan.
Menggunakan alat yang rusak.
Menggunakan alat dengan cara yang salah.
Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
Data-data
tentang Kecelakaan Kerja
Soekotjo
Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N)
menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat,
sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha dan pekerja sektor kecil
menengah menilai K3 identik dengan biaya sehingga menjadi beban, bukan
kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 – 2001)
terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus
pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi
104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus,
sehingga rata – rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus
kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek.
Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476
orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang
tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com)
Direktur
Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan bahwa
berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama Januari-September 2003
selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus kecelakaan kerja, sehingga
rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451 kasus kecelakaan kerja. Ia
mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan kerja, 71 kasus diantaranya cacat total
tetap, sehingga rata-rata dalam setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami
cacat total dan tidak dapat bekerja kembali. “Sementara tenaga kerja yang
meninggal dunia sebanyak 1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja
terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja,” ujarnya
(www.kompas.co.id)
Menurut
International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian
yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan.
Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah
kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi
160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat
Kesehatan Kerja, 2005)
Faktor
Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan
dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan
diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya
serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan
mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan.
Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam
rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul
akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam
pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak
terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko
bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan
sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dari
hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja
wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana
47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang.
Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566
perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala
neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan
dan tangan.
Di
perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura
dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building
Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%,
sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata
37%, lemah 31%.
Dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai
kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan
pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya
kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh
produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga
kerja.
Keselamatan
Kerja
Balai K3 Bandung
Balai K3 Bandung
Definisi:
Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan kerja.
Merupakan sarana utama untuk pencegahan kerugian; cacat & kematian sebagai kecelakaan kerja,
kebakaran, & ledakan.
Merupakan sarana utama untuk pencegahan kerugian; cacat & kematian sebagai kecelakaan kerja,
kebakaran, & ledakan.
- Sasaran
Tempat
kerja: darat, udara, dalam tanah, permukaan air, dalam air.
Mencakup: Proses produksi & distribusi (barang & jasa)
Mencakup: Proses produksi & distribusi (barang & jasa)
- Peranan
keselamatan kerja
Aspek
teknis : Upaya preventif utk mencegah timbulnya resiko kerja
Aspek Hukum : Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK) & orang lain di tempat kerja
Aspek ekonomi : Untuk efisiensi
Aspek sosial : Menjamin kelangsungan kerja & penghasilan bagi kehidupan yang layak
Aspek kultural : Mendorong terwujudnya sikap & perilaku yang disiplin, tertib, cermat, kreatif,
inovatif, & penuh tanggung jawab.
Aspek Hukum : Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK) & orang lain di tempat kerja
Aspek ekonomi : Untuk efisiensi
Aspek sosial : Menjamin kelangsungan kerja & penghasilan bagi kehidupan yang layak
Aspek kultural : Mendorong terwujudnya sikap & perilaku yang disiplin, tertib, cermat, kreatif,
inovatif, & penuh tanggung jawab.
- Hampir celaka
(near miss): Suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan, dalam
kondisi yang sedikit berbeda dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Contoh:
seseorang yang hampir terpeleset, tapi segera berpegangan pada pagar pengaman.
- Kesadaran akan
keselamatan masih rendah, salah satu indikasinya:
Kecelakaan
kerja (2005): 96.081 kasus di Indonesia
Kecelakaan kerja (2006): 92.000 kasus di Indonesia
Kecelakaan kerja (2006): 92.000 kasus di Indonesia
- Kecelakaan tidak
terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya.
Kecelakaan
dapat dicegah atau dikurangi dengan menghilangkan atau mengurangi penyebabnya.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan.
Kerugian kecelakaan kerja (5K): kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan & kesedihan, kelainan & cacat, kematian.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan.
Kerugian kecelakaan kerja (5K): kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan & kesedihan, kelainan & cacat, kematian.
- Penyebab
kecelakaan manusia, mesin, lingkungan
-
Kondisi yang tidak aman (15%)
- Tindakan yang tidak aman (85%)
- Tindakan yang tidak aman (85%)
- Konsep modern
manajemen keselamatan:
Sebab-sebab
kecelakaan: Secara umum ada 2 penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
-Penyebab langsung: Kecelakaan yg bisa dilihat & dirasakan langsung
Penyebab Dasar: (basic cause)
-Penyebab langsung: Kecelakaan yg bisa dilihat & dirasakan langsung
Penyebab Dasar: (basic cause)
- Penyebab
langsung:
-
Unsafe conditions & sub-standard conditions
- Unsafe acts & sub-standard practice
- Unsafe acts & sub-standard practice
- Unsafe
conditions & sub-standard conditions (kondisi berbahaya): keadaan yang
tidak aman pada hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki
-
Pengaman yang tidak sempurna
- Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
-Penerangan kurang/berlebih
- Ventilasi kurang
- Iklim kerja tidak sesuai
- Getaran
- Kebisingan cukup tinggi
- Pakaian tidak sesuai
- Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping)
- Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
-Penerangan kurang/berlebih
- Ventilasi kurang
- Iklim kerja tidak sesuai
- Getaran
- Kebisingan cukup tinggi
- Pakaian tidak sesuai
- Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping)
- Unsafe acts
& sub-standard practice (tindakan yang berbahaya): tindakan/perbuatan
yang menyimpang dari tata cara/prosedur aman
-
Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
- Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah)
- Memindahkan alat-alat keselamatan
- Menggunakan alat yang rusak
- Menggunakan alat dg cara yang salah
- Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman
- Mengangkat secara salah
- Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau)
- Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan
- Mabuk karena minuman beralkohol
- Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah)
- Memindahkan alat-alat keselamatan
- Menggunakan alat yang rusak
- Menggunakan alat dg cara yang salah
- Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman
- Mengangkat secara salah
- Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau)
- Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan
- Mabuk karena minuman beralkohol
- Penyebab dasar
kecelakaan kerja:
-
Faktor manusia
* Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi
* Kurangnya pengetahuan & ketrampilan
* Stres
* Motivasi yang salah
- Faktor lingkungan
* Kepemimpinan/pengawasan kurang
* Peralatan & bahan kurang
* Perawatan peralatan yang kurang
* Standar kerja kurang
* Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi
* Kurangnya pengetahuan & ketrampilan
* Stres
* Motivasi yang salah
- Faktor lingkungan
* Kepemimpinan/pengawasan kurang
* Peralatan & bahan kurang
* Perawatan peralatan yang kurang
* Standar kerja kurang
- Biaya langsung
dari kecelakaan kerja:
-
P3K
- Pengobatan
- Perawatan
- Biaya Rumah Sakit
- Angkutan
- Upah (selama tidak bekerja)
-Kompensasi
- Pengobatan
- Perawatan
- Biaya Rumah Sakit
- Angkutan
- Upah (selama tidak bekerja)
-Kompensasi
- Faktor penyebab
kejadian kecelakan di industri, antara lain:
-
Kegagalan komponen, misalnya desain alat yang tidak memadai & tidak mampu
menahan tekanan, suhu atau bahan korosif
- Penyimpangan dari kondisi operasi normal, seperti kegagalan dalam pemantauan proses, kesalahan prosedur, terbentuknya produk samping
- Kesalahan manusia (human error), seperti mencampur bahan kimia tanpa mengetahui jenis & sifatnya, kurang terampil, & salah komunikasi
Faktor lain, misalnya sarana yang kurang memadai, bencana alam, sabotase, kerusuhan massa.
- Penyimpangan dari kondisi operasi normal, seperti kegagalan dalam pemantauan proses, kesalahan prosedur, terbentuknya produk samping
- Kesalahan manusia (human error), seperti mencampur bahan kimia tanpa mengetahui jenis & sifatnya, kurang terampil, & salah komunikasi
Faktor lain, misalnya sarana yang kurang memadai, bencana alam, sabotase, kerusuhan massa.
- Klasifikasi
Kecelakaan kerja:
-
Menurut jenis kecelakaan
* Jatuh
* Tertimpa benda jatuh
* Menginjak, terantuk
* Terjepit,terjempit
* Gerakan berlebihan
* Kontak suhu tinggi
* Kontak aliran listrik
* Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi
* Jatuh
* Tertimpa benda jatuh
* Menginjak, terantuk
* Terjepit,terjempit
* Gerakan berlebihan
* Kontak suhu tinggi
* Kontak aliran listrik
* Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi
-
Menurut media penyebab
* Mesin
* Alat angkut & alat angkat
* Peralatan lain
* Bahan, substansi & radiasi
* Lingkungan kerja
* Penyebab lain
* Mesin
* Alat angkut & alat angkat
* Peralatan lain
* Bahan, substansi & radiasi
* Lingkungan kerja
* Penyebab lain
-
Menurut sifat cedera
* Patah tulang
* Keseleo
* Memar
* Amputasi
* Luka bakar
* Keracunan akut
* Kematian
* Patah tulang
* Keseleo
* Memar
* Amputasi
* Luka bakar
* Keracunan akut
* Kematian
-
Menurut bagian tubuh yang cedera
* Kepala
* Leher
* Badan
* Anggota gerak atas
* Anggota gerak bawah
* Kepala
* Leher
* Badan
* Anggota gerak atas
* Anggota gerak bawah
- Manfaat
Klasifikasi :
-
Mencegah kecelakaan kerja yang berulang
-Sebagai sumber informasi: faktor penyebab, keadaan pekerja, kompensasi
- Meningkatkan kesadaran dalam bekerja.
-Sebagai sumber informasi: faktor penyebab, keadaan pekerja, kompensasi
- Meningkatkan kesadaran dalam bekerja.
- Pencegahan
kecelakaan kerja:
-Peraturan
perundangan
- Standarisasi
- Pengawasan
- Penelitian teknik
- Riset medis
- Penelitian psikologis
- Penelitian secara statistik
- Pendidikan
- Latihan-latihan
- Penggairahan
- Asuransi
- Standarisasi
- Pengawasan
- Penelitian teknik
- Riset medis
- Penelitian psikologis
- Penelitian secara statistik
- Pendidikan
- Latihan-latihan
- Penggairahan
- Asuransi
D.
Undang-undang Keselamatan kerja
Pasal
10
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
E.
Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan, yang bersifat multidisiplin didalam
era global dewasa hadir dan berkembang dalam aspek keilmuannya (di bidang
pendidikan maupun riset) maupun dalam bentuk program-program yang dilaksanakan
di berbagai sektor yang tentunya penerapannya didasari oleh berbagai macam
alasan .
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan 58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya, termasuk pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan yang sangat memperihatinkan adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja tadi yang mendapat layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang. Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan selamat dewasa ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai risiko langsung maupun yang baru diketahui risikonya setelah waktu yang cukup lama. Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu maupun sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat.
Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, biaya-biaya kompensasi yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah keselamatan bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa diperkecil atau ditiadakan kalau memang memungkinkan.
Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi seperti yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai konvensi yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu dipatuhi. Adapula dalam berbagai bentuk regulasi atau standar-standar tertentu yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai program berfungsi membantu pelaksanaan penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian atau riset yang dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan.
Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua adalah alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga adalah alasan hukum.
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 45% penduduk dunia dan 58% penduduk yang berusia diatas sepuluh tahun tergolong tenaga kerja. Diperkirakan dari jumlah tenaga kerja diatas, sebesar 35% sampai 50% pekerja di dunia terpajan bahaya fisik, kimia, biologi dan juga bekerja dalam beban kerja fisik dan ergonomi yang melebihi kapasitasnya, termasuk pula beban psikologis serta stress. Dikatakan juga bahwa hampir sebagain besar pekerja didunia, sepertiga masa hidupnya terpajan oleh bahaya yang ada di masing-masing pekerjaanya. Dan yang sangat memperihatinkan adalah bahwa hanya 5% hingga 10% dari tenaga kerja tadi yang mendapat layanan kesehatan kerja di Negara yang sedang berkembang. Sedangkan di negara industri tenaga kerja yang memperoleh layanan kesehatan kerja diperkirakan baru mencapai 50%. Kenyataan diatas jelas menggambarkan bahwa sebenarnya hak azasi pekerja untuk hidup sehat dan selamat dewasa ini belum dapat terpenuhi dengan baik. Masih banyak manusia demi untuk dapat bertahan hidup justru mengorbankan kesehatan dan keselamatannya dengan bekerja ditempat yang penuh dengan berbagai macam bahaya yang mempunyai risiko langsung maupun yang baru diketahui risikonya setelah waktu yang cukup lama. Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu maupun sebagai program memang sangat diperlukan untuk menegakkan hak azasi manusia (khususnya pekerja) untuk hidup sehat dan selamat.
Di sisi lain, kajian mengenai aspek biaya atau aspek ekonomi yang harus ditanggung oleh negara-negara didunia sehubungan dengan penyakit-penyakit akibat kerja maupun yang berhubungan dengan pekerjaan, biaya-biaya kompensasi yang harus ditanggung akibat cidera, kecacatan akibat terjadinya kecelakaan merupakan beban yang harus dipikul. Belum lagi kerugian kerugian lain karena hilangnya hari kerja, kerusakan properti, tertundanya produksi akibat terjadinya kecelakaan. Tentunya kerugian (loss) yang diakibatkan masalah kesehatan maupun masalah keselamatan bila tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi beban saat ini maupun dikemudian hari. Karena itulah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai ilmu terapan maupun dalam berbagai bentuk programnya sangat diperlukan agar kerugian yang kelak dapat terjadi bisa diperkecil atau ditiadakan kalau memang memungkinkan.
Tentunya dalam rangka menegakkan hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, serta tidak terjadinya berbagai kerugian dan beban ekonomi seperti yang diuraikan, dikembangkan perangkat hukum (legal) pada tingkat internasional, regional naupun nasional. Kita ketahui ada berbagai konvensi yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan pada tingkat internasional maupun regional yang perlu dipatuhi. Adapula dalam berbagai bentuk regulasi atau standar-standar tertentu yang berkaitan dengan masalah kesehatan dan keselamatan. Dalam hubungan inilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai keilmuan maupun sebagai program berfungsi membantu pelaksanaan penerapan aspek legal. Bahkan dengan pendekatan ilmiahnya melalui penelitian atau riset yang dilakukan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ikut membantu pula memberi masukan pada penyusunan kebijakan dalam menentukan standar-standar tertentu dalam bidang kesehatan dan keselamatan.
Dengan demikian kehadiran Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu pendekatan ilmiah maupun dalam berbagai bentuk programnya di berbagai sektor bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama adalah karena hak azasi manusia untuk hidup sehat dan selamat, dan alasan yang kedua adalah alasan ekonomi agar tidak terjadi kerugian dan beban ekonomi akibat masalah keselamatan dan kesehatan, serta alasan yang ketiga adalah alasan hukum.
F.
Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja bagi sebagai ilmu terapan yang bersifat multidisiplin
maupun sebagai suatu program yang didasarkan oleh suatu dan alasan tetentu
perlu dipahami dan dipelajari secara umum maupun secara khusus. Secara umum
adalah memahami prinsip dasarnya sedangkan secara khusus adalah memahami
pendekatan masing keilmuan yang terlibat didalam Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya.
Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated Occupational Health and Safety Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
Sebagai ilmu yang bersifat multidisiplin, pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Kerangka konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit dan celaka, terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya (hazard) yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, pola interaksinya dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian (asess, evaluate) bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko (risk) sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara (control, manage) untuk mengendalikan atau mengatasinya.
Langkah langkah sistimatis tersebut tidak berbeda dengan langkah-langkah sistimatis dalam pengendalian resiko (risk management). Oleh karena itu pola pikir dasar dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada hakekatnya adalah bagaimana mengendalikan resiko dan tentunya didalam upaya mengendalikan risiko tersebut masing-masing bidang keilmuan akan mempunyai pendekatan-pendekatan tersendiri yang sifatnya sangat khusus.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mempunyai kerangka pikir yang bersifat sistimatis dan berorientasi kesistiman tadi, tentunya tidak secara sembarangan penerapan praktisnya di berbagai sektor didalam kehidupan atau di suatu organisasi. Karena itu dalam rangka menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja ini diperlukan juga pengorganisasian secara baik dan benar. Dalam hubungan inilah diperlukan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Terintegrasi (Integrated Occupational Health and Safety Management System) yang perlu dimiliki oleh setiap organisasi. Melalui sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja inilah pola pikir dan berbagai pendekatan yang ada diintegrasikan kedalam seluruh kegiatan operasional organisasi agar organisasi dapat berproduksi dengan cara yang sehat dan aman, efisien serta menghasilkan produk yang sehat dan aman pula serta tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
Perlunya
organisasi memiliki sistim manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja yang
terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi
peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistim Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal
dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS
8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi
di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti
misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta
instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak
hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya sehat
dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan
perilaku aman dan sehat.
Lingkungan Hidup
H.
Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan
1. Pengertian kesehatan
a) Menurut WHO
“Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”
b) Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan
“Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
1. Pengertian kesehatan
a) Menurut WHO
“Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”
b) Menurut UU No 23 / 1992 ttg kesehatan
“Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
2. Pengertian lingkungan
Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960)
“ Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.”
Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
“ Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.”
Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976)
“ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”
Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960)
“ Sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.”
Menurut Encyclopaedia Americana (1974)
“ Pengaruh yang ada di atas/sekeliling organisme.”
Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976)
“ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”
3. Pengertian kesehatan lingkungan
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
“ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.”
Menurut WHO (World Health Organization)
“Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.”
Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen)
“ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.”
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)
“ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.”
Menurut WHO (World Health Organization)
“Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.”
Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen)
“ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pd tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.”
4. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan :
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana
alam dan perpindahan penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan :
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana
alam dan perpindahan penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Menurut
Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8 :
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.
5. Sasaran kesehatan lingkungan (Pasal 22 ayat (2) UU
23/1992)
1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis.
4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum.
5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis.
4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum.
5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
6. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1) Sebelum Orba
1) Sebelum Orba
- Th 1882 : UU ttg
hygiene dlm Bahasa Belanda.
- Th 1924 Atas
Prakarsa Rochefeller foundation didirikan Rival Hygiene Work di Banyuwangi
dan Kebumen.
- Th 1956 :
Integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di Bekasi hingga
didirikan Bekasi Training Centre
- Prof. Muchtar
mempelopori tindakan kesehatan lingkungan di Pasar Minggu.
- Th 1959 :
Dicanangkan program pemberantasan Malaria sebagai program kesehatan
lingkungan di tanah air (12 Nopember = Hari Kesehatan Nasional)
2)
Setelah Orba
- Th 1968 :
Program kesehatan lingkungan masuk dalam upaya pelayanan Puskesmas
- Th 1974 : Inpres
Samijaga (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga)
- Adanya Program Perumnas, Proyek Husni Thamrin, Kampanye Keselamatan dan kesehatan kerja, dll
0 komentar:
Posting Komentar